Indonesia dan Swasembada Pangan

Siapa yang tidak kenal dengan sebutan negara agraris bagi negara Indonesia? Bahkan sebutan tersebut sudah di perkenalkan kepada kamu sejak kamu menginjak bangku sekolah dasar. Tetapi sebutan tersebut dirasa kurang pas ketika kamu mengetahui bahwa Indonesia bergantung pada impor bahan pangan kepada negara lain.

Ketergantungan Indonesia yang katanya negara agraris belum mempresentasikan adanya swasembada pangan di negeri kamu tercinta. Perlu kamu ketahui, data Badan Pusat Statistik tahun 2018 menyebutkan nilai impor dari Cina sebesar US$ 45,53 miliar dengan impor komoditas pertaian berupa sayuran dan buah-buahan senilai US$ 1,27 miliar dan beras US$ 1,09 juta. Besar nilai impor sayuran dan buah-buahan di Indonesia bukan?

Apa sih yang menyebabkan Indonesia masih harus impor bahan pangan? Katanya kamu negara agraris? Salah satu penyebab tertundanya swasembada pangan di Indonesia menurut Gultom dan Astuti (2019) adalah luas laha yang sempit yang akhirnya menyebabkan rendahnya pendapatan petani. Rata-rata luas lahan petani sebesar 0,2 hektare yang mengakibatkan petani sulit meningkatkan skala usaha taninya dan padi tidak bisa dijual langsung ke pabrik beras. Rata-rata produksi petani beras hanya berkisar 5 ton, sedangkan pabrik beras hanya bisa membeli dalam skala besar minimal sekamur 20 ton.

Swasembada pagan di Indonesia dapat kamu wujudkan melalui kesadaran masyarakat di Indonesia untuk menanam dan memanfaatkann pekarangan disekamur rumah semaksimal mungkin. Salah satu alternatifnya adalah bercocok tanam melalui metode hidroponik. Coba kamu bayangkan jika setiap keluarga memiliki kebun sendiri, tentu dapat mendukung suksesnya swasembada pangan di Indonesia. Peran masyarakat merupakan peran vital disamping peran dari pemerintah melalui kebijakannya, masyarakat sebagai ujung tombak atau barisan pertama konsumen perlu disadarkan juga terkait dukungan terhadap ketahanan pangan di Indonesia!

Sumber : tempo.co